Tersesat di kampung Iblis - Chapter 10 - Lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya

Sabrina Herlambang
Aku membuka mataku perlahan, debu dan tanah di mataku berjatuhan, aku tidak bisa melihat jelas apa yang mataku perlihatkan padaku, semua tampak buram. Tampaknya aku terbaring menatap tanah, Aku tidak tahu berapa lama aku telah tergeletak disini, aku mencoba mengangkat badanku untuk berdiri tapi rasanya berat sekali, walau begitu aku masih bisa menggerakkan jari-jariku, aku rasa, aku masih hidup.
Kepalaku terasa pusing dan sakit bukan main. Masih tergeletak di tanah, aku coba gerakkan tanganku untuk mengusap bagian kepalaku yang sakit, terasa di jariku kepalaku basah dan berair, aku coba menggerakkan tanganku ke depan mataku, tapi aku tak bisa melihatnya karena penglihatanku masih buram. Tapi aku rasa itu adalah darah.
Lalu aku coba menggerakkan badanku untuk merangkak, berhasil walaupun hanya bisa bergerak sedikit saja, malah sekarang,aku bisa merasakan betapa remuk dan juga sakit badanku,
Aku harus  mengumpulkan energi terlebih dahulu agar bisa kembali bergerak, maka aku diam kembali tengkurap di tanah. Walau sakit dan pusing, aku harus menggunakan kepalaku untuk kembali berpikir apa yang telah terjadi kepadaku.
Aku bisa mengingat sedikit, apa yang terjadi, kepalaku terhantam suatu benda dengan keras sekali, dan aku jatuh ke lembah dimana Sari juga terjatuh.
"Sari ..." dimana dia, pikirku, aku gerakkan kepalaku untuk melihat sekeliling, tapi tetap pandanganku masih belum bisa melihat. Aku kembali menjatuhkan kepalaku ke tanah,
Tiba-tiba, di keburaman pandangan mataku, aku melihat seperti sepasang kaki di depan mukaku, aku mencoba mendongak melihat siapa dia,
Aku tetap tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang ada didepanku, tanganku kucoba kugerakkan untuk menggapainya
" tooolllooong... aku" lirihku pelan.
tanganku kembali jatuh ketanah karena lemas, dan sosok itu masih diam saja, berdiri di depanku. Seperti sedang memperhatikanku.
Dibalik, kekacauan yang terjadi pada tubuhku, kupingku masih berfungsi dengan benar, aku bisa mendengar ada suara seperti ada seseorang yang datang dan terdengar dari belakang sosok itu, tampaknya ada seseorang yang datang dari atas ke lembah tempatku terbaring.
Aku dengan susah payah membuka sebelah mataku, sosok yang ada di hadapanku menghilang, tapi ada sesosok orang yang kini mendatangiku dari jauh, mataku tak kuat, ia kembali terpejam.
Aku hanya bisa merasakan dia datang, lalu kemudian dia diam, seperti memperhatikanku, aku terlalu lemas untuk bisa menggerakkan badaku lagi, jadi akupun hanya bisa diam, seperti seonggok daging, Tak lama dia diam memperhatikanku, dia membalikkan badanku, memperhatikan aku lagi, lalu kemudian aku bisa merasakan dia memegang ke dua kakiku, lalu ia menyeretku.
Astaga dia menyeretku !
dia menyeretku ke sebuah tempat.
Siapa dia?
Mungkin dia pikir aku sudah mati, tapi lebih baik biar dia berpikir begitu, karena aku merasakan bahaya saat ini. Aku  pasrah, tidak bisa berbuat apa-apa saat ini, kondisiku tak memungkinkan, untuk melakukan apapun. bahkan hanya untuk membuka mata saja masih perlu perjuangan.
Aku bisa merasakan, orang itu menyeretku ke sebuah tempat yang tanahnya lebih rendah dari sebelumnya, aku bisa merasakan seperti sebuah selokan, mungkin bagian tanah yang tergerus dengan aliran air, karena aku bisa merasakan basah di punggungku. Dan aku juga bisa merasakan daun-daunan di sekeliling badanku. Sepertinya sebuah selokan yang tertutup dengan semak-semak.
Ia sedang menyembunyikanku di tempat lain, pikirku
Lalu akupun tambah kaget, dia menutupiku dengan daun-daunan, ranting, batu-batuan dan sedikit tanah, Apapun mungkin yang ada disekitar dia untuk menutupi tubuhku, seakan-akan dia menguburku supaya tidak terlihat dengan orang-orang.
Aku pasrah, pandanganku kembali gelap total, aku kembali pingsan.
***
Aku tidak tahu berapa lama aku pingsan kembali, namun aku tersadar, aku berada di pelukan Sari.
"Rinaaa, rinnn....* Astagfirulah* apa yang terjadi sama elu..." Sari mendekapku dengan menangis, itu adalah suara termerdu yang ingin aku dengar sepanjang hari ini. Itu adalah suara sahabat terbaikku yang aku cari-cari seharian.
"Sar ... tolong " jawabku masih lemas, aku lalu diduduk tegapkan dengan bersandar pada tubuhnya, aku bisa merasakan badannya bergetar, pandanganku akhirnya bisa melihat wajahnya, aku tersenyum padanya.
Tapi aku tidak melihat Sari tersenyum kembali padaku, ia menatapku sebentar kemudian dia mengalihkan pandangannya ke arah lain, wajahnya yang berlinangan air mata, penuh dengan ekspresi ketakutan, lalu aku lihat ke arah pandangannya, Sari ternyata sedang memandang seseorang.
Sesosok orang, yang berdiri tegap, agak jauh, menghadap kita berdua, tangannya memegang sebuah potongan kayu besar, pandangannya terlihat marah, dan penuh dendam, tangannya bergetar dan seakan-akan siap mengayunkan kayu yang ia pegang kepada kami.


                                                                                        ***


Sari Maladewi
Walau dia tidak mempunyai kepala, dari posisi badannya aku bisa mengetahui dia sedang melihatku, tak lama kemudian diapun berjalan cepat kearahku.
Mengetahui itu, aku langsung berdiri dari dudukku, dan siap untuk berlari, tetapi di saat sang manusia tak berkepala itu hampir mendatangiku, si kakek dan teman-temannya menyerangnya, mereka menghalanginya untuk datang kepadaku.
Tanganku yang memegang sisi meja mulai bergetar, aku menggigit jariku
" Ada apa ini ?"
" Mengapa dia masih mengejarku, bahkan sampai kesini, apa salahku padanya ?"
Aku lalu menyaksikan, manusia tak berkepala itu dengan sang kakek, saling menyerang, tapi karena kalah jumlah manusia tak berkepala itu berhasil dirobohkan ke tanah, tapi dia terus memberontak dan berusaha berdiri kembali dan melakukan perlawanan.
Aku terus mengikuti adegan perkelahian itu dengan gemetaran, pada waktu aku ditinggal sendiri inilah, aku mulai bisa berpikir bersih, aku mencoba mencerna apa yang terjadi saat ini, mengapa aku ada di rumah ini, mengapa aku dikejar-kejar manusia tak berkepala itu, dan siapakah kakek yang menerimaku sebagai tamunya.
Selagi aku berpikir, aku kembali dikejutkan karena melihat diantara pergumulan itu, ternyata ada si pemuda yang berleher tertekuk itu lagi, dia tidak ikut bergumul membantu teman-temannya melawan manusia tak berkepala, tapi dia diam saja di belakang.
Kemudian dia menengokku, tampaknya dia sadar aku memperhatikannya, kemudian dia tersemyum.
Aku berteriak dalam hati, ya wajahnya tentu saja familiar bagiku, dia adalah penampakan pertama padaku di hutan itu, dia adalah pemuda yang bunuh diri di pohon.
Sebuah momen yang membuat aku kini dapat berpikir jernih, dimanakah saat ini aku berada, aku kini bebas dari bius ketenangan sang kakek, rasa takut kembali lagi untuk kesekian kalinya kepadaku.
Aku sadar kini aku terjebak di suatu tempat, yang bukan dunia nyata aku terjebak di suatu dunia gaib, aku telah disesatkan oleh jin atau iblis yang berwujud orang tua itu, dan teman si kakek pun aku yakin adalah para iblis-iblis, termasuk yang menuangkan susu kepada diriku.
Aku mendadak menggigil.
Kini aku tahu siapa yang membuntutiku di hutan bambu, mereka tampaknya sudah lama mengincarku, dan aku juga yakin kesesatan di hutan bambu itu disebabkan oleh mereka juga, mereka menutup mata ku dan Rina agar tidak bisa menemukan jalan yang benar.
"Aku harus lari dari sini, selagi mereka sedang berkelahi dengan manusia tak berkepala itu "  pikirku dalam hati.
Aku menengok ke kanan dan ke kiri, mencari jalan ke arah mana aku harus lari, di padang luas ini dimana aku harus bersembunyi, tampaknya rumah-rumah itu bisa aku jadikan persembunyian sementaraku.
Aku mulai mengendap-ngendap untuk mulai mencari jalan bersembunyi, aku menoleh pada si leher tertekuk, ternyata dia memperhatikanku dari jauh, tapi dia diam saja, dan menyeringai, ia lalu mengangkat tangannya dan menunjuk kepadaku.
Aku langsung berjalan, kemudian mempercepat langkahku, aku tidak meoleh kembali, aku takut si leher tertekuk memanggil teman-temannya. Setelah terasa aman, aku berusaha lari secepat mungkin.
Aku berlari menuju sebuah rumah yang agak tersembunyi,  tiada lagi upaya bagiku, ini adalah satu-satunya cara menurutku untuk lari dari para iblis dan manusia tak berkepala itu. Aku yakin mereka akan tetap menemukanku karena ini adalah dunia mereka, tapi walau bagaimanapun insting bertahan hidupku menyuruhku untuk terus melakukan perlawanan.
Aku tidak boleh begitu saja menyerah, mungkin dengan bersembunyi, aku mempunyai waktu untuk kembali berpikir keluar selamanya dari cobaan ini.
Aku berhenti di rumah yang ku tuju, aku lalu bersender di temboknya, lalu terduduk disitu, aku lalu mencoba mengintip ke kerumunan perkelahian yang ternyata masih ada, Aku lalu termenung untuk kembali berpikir ke arah mana lagi aku harus berlari.
Aku berusaha mengumpulkan keberanianku, aku kembali berdiri, menengok ke kiri dan kanan, dan aku memutuskan untuk kembali jalan kemanapun kakiku melangkah.
Aku berjalan sambil mengendap-ngendap dari rumah ke rumah, dari semak ke semak, tapi beberapa lama aku berputar tampaknya aku belum juga menemukan cara keluar dari sini. Apakah aku harus keluar dari pintu yang berukir itu.
Tapi untuk menuju kesana aku akan terlihat jelas karena tidak ada tempat tersembunyi disana, aku pasti langsung terlihat oleh mereka semua. Aku mengurungkan niat untuk menuju ke pintu berukir, aku lebih baik menunggu keadaan tenang dan kemudian menyelinap kesana.
Aku lalu kembali berjalan perlahan-lahan. Entah kemana lagi aku harus menuju, aku hanya berjalan tanpa tujuan, dunia ini tampak luas tetapi sedikit tempat untuk bersembunyi.
Walau dunia yang ini begitu terang, tapi aku tetap merasa takut, aku takut sekali akan tersesat disini selamanya, aku harus menemukan jalan kembali, aku ingin sekali ada di pelukan bundaku sekarang.
Air mataku kembali berlinang, semua ingatanku telah kembali. Aku harus selamat dari semua ini, aku tidak mau menjadi bagian dari dunia ini.
"Teman, dimanakah kalian semua, aku butuh kalian semua .. "  lirihku
"Tuhan aku butuh Kau .." aku kembali duduk di pojokan sebuah rumah.
Haruskah aku menyerah, semua sudah kucoba kujelajahi tapi tampaknya memang hanya pintu itu saja jalan keluarku, Aku duduk sambil menenggelamkan kepalaku diantara kakiku, aku terisak.
"Berpikir, Sari.. berpikir " kataku dalam hati.
Tiba-tiba, aku kaget,  ada, sebuah tangan mencengkram pundakku, dingin tangannya begitu terasa langsung di lenganku, ternyata itu si kakek, tapi sekarang dia beda jarinya yang mencengkramku kini mempunyai kuku yang panjang dan hitam, mukanya lebih menyeramkan sebelumnya, berwarna hitam kemerah-merahan, wajahnya begitu bengis.
"Arghhhh...!!! " teriakan dan rontaaanku tak berguna
Aku tak berdaya.
Lalu dengan tangan satu lagi dia mencengkram leherku, cengkramannya begitu kuat, sehingga aku langsung tersedak, aku tidak bisa bernafas, sambil mencekikku, dia memberdirikan tubuhku dan menekan ke tembok tempat aku bersadar.
Si kakek iblis ini terus menatapku dengan bengis seperti akan membunuh atau memakanku, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Di bibirnya hanya ada senyum iblis.
Aku berusaha melepaskan cekikannya, namun tangannya begitu besar dan kuat. Wajahnya tampak puas melihat aku tersikasa kekurangan udara untuk bernafas.
Apakah ini akhir dari hidupku ?
Aku mulai lemas, disaat aku pikir nyawaku akan lepas dari ragaku, dia melepaskan cengkraman tangannya, aku terjatuh terduduk, terbatuk-batuk, aku menarik nafas dengan cepat, dan aku langsung berdiri dan melarikan diri dari sang kakek,
Aku berlari kencang, menjauh dari sang kakek, aku melihat sang kakek mengejarku sambil berjalan santai dan dia tersenyum melihatku melarikan diri. Aku tidak peduli apa yang dia rencanakan, di pikiranku hanya berlari dan terus berlari.
Tetapi, tak lama aku berlari, tiba-tiba ada tangan muncul mencengkram tanganku menghentikan diriku yang sedang berlari cepat.
"Arghhhhhh"  aku kaget kembali setengah mati.
Itu tangan si badan tanpa kepala !, aku ditangkap olehnya, aku bergidik, menjerit sekuat-kuatnya. Aku berusaha melepaskan diriku dari cengkraman tangannya, namun sia-sia dia kuat dan tidak bergeming, Mengerikan sekali melihat lehernya yang tampak penuh dengan darah tampak sisa tulang lehernya yang terputus dari kepalanya dan ada beberapa belatung kecil bergerak-gerak disana.
Aku meronta-ronta sepenuh tenaga.
Habislah hidupku, aku bagaikan lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya.
Aku menengok kearah si kakek, tampak ia sedang berlari cepat menuju ke arahku, ia tampak marah manusia tak berkepala telah mendapatkan aku. Manusia tak berkepala ini kemudian menarikku, memaksaku untuk berlari pergi bersamanya menghindari si kakek.
Aku tak berdaya, aku telah menjadi rebutan para iblis.
Deritaku tak kunjung berakhir.

continue to next chapter
Taken from my own personal Novel, already published on Mangatoon & Wattpad

Allright Reserved


Tersesat di kampung Iblis - Chapter 10 - Lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya Tersesat di kampung Iblis - Chapter 10 - Lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya Reviewed by anatama2104 on 4:10 PM Rating: 5

No comments:

300 kedua
Powered by Blogger.