Tersesat di kampung Iblis - Chapter 4 - Inisiasi


Aku termenung menatap orang-orang yang sedang membangun tenda besar, ada sekitar 6 tenda yang dibangun.
Perjalanan kita berakhir di sebuah padang yang lumayan luas dan bertingkat, disekiling kami, tampak perkebunan singkong, dan kebun-kebun lainnya, tanda bahwa kawasan disini sering dijamah oleh manusia.
Dan aku masih melihat dua orang penggarap kebun sedang bekerja di sana.
Gina, Sofi, dan Dika sudah membaur dengan yang lain untuk membantu mendirikan tenda, sedangkan Rina masih setia bersama dengan aku.
"Lu gak apa-apa, Sar" Rina memulai percakapan sambil menatap aku
Aku hanya mengangguk pelan sambil termenung.
Semua ketakutanku sebenarnya sudah hilang, cuma badanku masih sedikit bergetar.
Aku menghela nafas panjang, aku berusaha menguatkan diri sendiri dan tidak mau menjadi orang yang lemah.
"yuk, Rin kita gabung sama mereka" ajakku sambil tersenyum,
Rina memandangku dan membalas senyumku, lalu memgambil tanganku dan menarikku bersamanya.

Aku memergoki Rina, Gina dan Sofi sedang mengobrol sambil berbisik-bisik di tenda khusus wanita.
Setelah semua persiapan selesai, panitia mengizinkan kami untuk beristirahat bebas selama 1 jam, kemudian setelah Shalat Ashar sekitar jam 4an acara akan dimulai.
Ujian kenaikan untuk ban putih akan diadakan besok pagi. Sedangkan sore ini, diperuntukkan untuk ujian kenaikan tingkat yang lain, dan latihan biasa buat yang besok ujian.
Lalu nanti malam akan diadakan acara malam keakraban, dengan menggunakan api unggun.
Serentak, mereka bertiga terdiam mengetahui aku datang.
"lu semua pada ngomongin gua, ya?"
"Ah enggak, koq, pede aja lu Sar" Sofi langsung menjawab sambil memaksa tersenyum, lidah bisa berbohong tapi dari bahasa tubuh aku tahu dia berkata lain.
"ada apa ya?" pikirku dalam hati, pasti ada hubungan dengan kejadian tadi siang.
Aku termenung, merasa malu jadi orang yang paling lemah diantara mereka, apa yang sedang mereka sembunyikan dari ku? sehingga mereka bersekongkol seperti ini.
"ngaku lah, ada apa?" aku memohon kejujuran mereka, sambil aku mengambil posisi duduk di alas tenda itu, menghadap teman-temanku.
Mereka terdiam.
"gua, minta maaf ya, tadi siang" kataku
Kulihat muka Sofi terlihat agak lega, mendengar aku sendiri yang mengalihkan pembicaraan.
"memang, tadi kenapa si, Sar?" tanyanya lemah lembut,
Lalu, aku jelaskan kepada mereka apa yang telah aku rasakan di jalan setapak itu.
Mereka bertiga mendengarkan tanpa menyela, kemudian beberapa saat kemudian aku lihat ada rasa sedih dan garis-garis penyesalan di wajah Gina.
Mereka ternyata baru menyadari apa yang sebenarnya terjadi padaku waktu itu.
"maaf, ya Sar, gua, udah maksa elu ngikutin ujian ini, bahkan gua nyesel ngajak elu latihan karate, dari dulu lu emang dah ga mau ikut, mungkin ini memang bukan hal buat elu"
Aku hanya terdiam mendengarkan omongannya, walau memang ada benarnya, pemaksaan dia lah yang membuat aku berada disini.
Tetapi, bukankah aku sendiri yang rela untuk menganggukkan kepala untuk setuju ikut, dan aku melakukannya karena mereka juga, karena ingin bersama mereka, sehingga aku rela berkorban untuk itu.
Aku kemudian tersenyum, dan menatap wajah mereka satu demi persatu,
" Gak apa-apa, gua gak nyesal, karena gua ngelakuin ini demi elu semua, biar bisa bareng sama kalian semua"
Jawabanku otomatis membuat mereka tersenyum haru dan kemudian mereka secara bersamaan memelukku.
Agak lama kami berpelukan, menumpahkan emosi dan rasa sayang diantara kita.
Gina kemudian melepaskan pelukannya sambil mengusap bulir-bulir air mata di ujung matanya.
"sekali lagi, maaafin gua ya , Sar"
Kali ini aku menjawab dengan anggukan dan senyuman.
Beberapa saat kemudian kami melepaskan pelukan, momen harupun mulai menghilang, kami mencairkan suasana dengan sedikit bercanda-canda dan ketawa-tawa kecil.
"Sar, karena kita semua sudah tenang, mungkin ini saatnya kita mau bicara sesuatu,"
Ucap Sofi, sambil menatapku dengan serius, perasaanku yang tadi lega kini mulai gusar kembali, ada feeling tidak enak, mendengar kata-kata tersebut.
Aku bisa memprediksikan, kalimat apa yang berikut akan keluar dari mulut Sofi.
"ini soal uji nyali atau uji mental, nanti malam jam 10, semua peserta ban kuning ke bawah wajib ikut !"
Tatapanku kembali kosong.

Aku telah berjanji pada diriku sendiri agar tidak menjadi orang penakut seperti siang tadi, aku akan berusaha sekuat mungkin melawan ketakutanku.
Pembuktian akan janjiku akan terbukti malam ini, aku mengomel pada diri sendiri, tentang uji nyali atau mental ini, koq ada ya ujian semacam ini.
Lalu, apa lagi yang bisa lebih menyebalkan dari acara uji mental ini?
hujan,
ya, hujan, ikut serta berkonspirasi melawan keberanianku malam ini.
Sekitar jam 6 sore sebelum Maghrib datang, Hujan mengguyuri daerah ini dengan deras, walaupun tidak lama, tapi cukup membuat suasana makin dingin dan tampak mencekam, lapangan pun kini becek dan membuat genangan dimana-mana.
Setelah reda, semua peserta kembali ke lapangan dikumpulkan berdasarkan tingkatan. Sehingga Gina terpisah dengan kami bertiga.
Kutatap langit, langit begitu hitam tapi bersih sudah tidak ada awan, tampak bintang mulai bermunculan, ini masih sekitar jam 8 malaman, di rumahku jam segini masih ramai dan terang, tapi disini tampak sepi dan gelap.
Di lapangan kami lalu menyalakan api unggun untuk menerangi lapangan. Setelah satu jam lebih lamanya, kami kumpul-kumpul di api unggun, ujian mental untuk tingkat ban putihpun akan segera dimulai.
Sekitar 30an peserta ban putih, dipisahlan dan dikumpulkan, kemudian dibriefing terlebih dahulu, kita akan dilepas berjalan, mengitari rute yang telah ditentukan dan akan kembali ke lapangan.
Dan tiap rute akan ada pos checkpoint yang dijaga oleh penguji, dan disana kita akan diberikan ujian sesuai instruksi penguji, biasanya ujian lisan atau mempraktikan jurus yang diminta penguji.
Satu tim terdiri dari dua orang, kami akan dibekali sebuah senter dan kertas kecil seperti peta simpel yang bergambar jalur yang harus kita lewati, ada tiga checkpoint saja sebenarnya dan dilihat dari peta jalurnya kita hanya berjalan mengitari sebuah wilayah yang ujungnya kembali ke lapangan.
Satu Tim bisa memilih pasangan yang akan berjalan bersama kita, bahkan yang cewek boleh memilih teman cowok untuk berjalan, tapi aku akan memilih berjalan bersama Rina. Sofi tampaknya akan berjalan dengan yang lainnya.
Aku dengar, Dika yang sudah mengenakan sabuk coklat akan ada di satu pos checkpoint untuk menguji peserta yang akan datang ke tempatnya.
Tahu, apa yang lebih menyebalkan lagi?
Sebelum, setiap tim diberangkatkan, kami diberitahukan sejarah daerah ini oleh tim briefing, dan diwejangkan agar berhati-hati dalam perjalanan, karena di salah satu wilayah yang akan kami lewati, pernah terjadi kejadian bunuh diri, gantung diri dan juga disalah satu tempat ditemukan mayat hasil pembunuhan.
Nice..
Berita hoax.! Pikirku dalam hati,
Kabar bohong yang dibuat-buat cuma untuk menakut-nakuti para peserta, pikirku demikian.
Pasti banyak yang berpikir seperti aku kan? Pandanganku melihat para peserta yang mulai terlihat resah dan berbisik-bisik membicarakan isu bunuh diri dan tempat dimana mayat pembunuhan ditemukan.
Walau aku sudah meyakinkan diriku bahwa ini, bohong belaka, tapi tetap hati ini terguncang, hal-hal mistis benar-benar kelemahanku.
Janji akan keberanianku diuji.
Ketegangan mungkin terlihat jelas terlukis diwajahku, Sabrina mengetahui itu, ia memegang erat tanganku,
"bohong itu Sar, buat nakut-nakutin kita aja," katanya
Aku hanya mengangguk pelan, walau tanganku dipegang erat oleh Rina, aku bisa merasakan tanganku gemetaran.
Degup jantungku mulai meningkat, ingin rasanya pulang ke rumah, tiduran kembali di kasurku dan merasakan aman disana.
Aku terus mencoba berpikir tentang hal-hal yang menyenangkan dan membuang jauh, hal-hal mengerikan yang semua terlintas di benakku.
Malam ini begitu dingin tetapi dahiku malah mengeluarkan keringat, tanganku bahkan ikut basah, aku rasa Rina pun merasakan takut, karena kulihat dia membawa Rosario nya dan membelitkannya ditangan satunya lagi.
Rina yang pemberani aja merasa takut, apalagi aku,
Aku menelan ludah. Menatap jalan setapak yang gelap yang akan kita lalui.
"Sebelum mulai kita berdoa dulu ya Sar, " katanya pelan
Aku kembali mengangguk,
Tiba-tiba,
Terkejut aku merasakan pundakku seperti di tepuk sebuah tangan.

Taken from my own personal Novel, already published on Mangatoon & Wattpad

https://mangatoon.mobi/contribute/detail?id=39869
https://www.wattpad.com/story/193868184-tersesat-di-kampung-iblis

Allright Reserved

Tersesat di kampung Iblis - Chapter 4 - Inisiasi Tersesat di kampung Iblis - Chapter 4 - Inisiasi Reviewed by anatama2104 on 3:49 PM Rating: 5

No comments:

300 kedua
Powered by Blogger.