Tersesat di kampung Iblis - Chapter 5 - Lost 1


"Astagfirullah, Dika, lu bikin kaget gua aja"
Dika menepuk pundakku sambil tersenyum, kelihatannya dia sedang tidak bercanda mengingat kejadian yang aku alami tadi siang.
Ia sama sekali tidak mengungkit-ungkit hal itu kembali, seakan-akan dia mengerti apa yang terjadi padaku, dan tidak mau membuatku malu.
"terimakasih, Dik" kataku dalam hati
Dika masih menatapku,
"ga usah khawatir, Sar, entar gua ada di pos kedua koq, tar gua bantuin biar cepat selesai, ujiannya ya"
Katanya sambil berbisik-bisik.
Aku dan Rina tersenyum, walau terdengar curang, aku bersyukur apabila benar Dika nanti akan menolong kita.
"makasih ya dik" kata Rina,
Dika mengangguk kemudian beranjak pergi.
Kutatap punggungnya yang makin hilang dikerumunan orang-orang.

Sabrina Herlambang
Kami mendapat giliran ke sepuluh untuk menyelusuri jalan setapak itu,
Kugenggam erat tangan sahabatku Sari, telapak tangannya basah.
Aku salut sama dia, setelah apa yang dia alami siang tadi, dia masih memberanikan diri mengikuti ujian ini.
Aku yakin ujian ini hanyalah formalitas belaka pasti para senpai dan sensei sudah menguji keamanan daerah ini, sehingga kita bisa melewati daerah ini dengan aman.
Aku yakin itu, jadi tak ada lagi yang aku khawatirkan, aku hanya tinggal jaga mental Sari agar tidak drop.
Walaupun begitu, tetapi kenapa masih ada rasa takut juga ya, dalam hatiku.
Kusarankan Sari berdoa sebelum kita mulai, aku pun akan melakukan hal yang sama, kubawa rosarioku untuk menemani kami di kegelapan nanti.
10-15 menit jarak pemberangkatan setiap tim, kini giliran kami untuk berjalan, tim Sofi akan berangkat setelah kami, entah dia dapat urutan ke berapa. Dan Gina entah dimana dia berada. Aku, Sari dan Sofi lebih fokus pada ujian mental ini.
" Giliran kita Sar.. "
Sari hanya mengangguk, tatapannya menatap ke jalan, dia lebih tangguh dari Sari sebelumnya.
"jangan lupa berdoa, Sar,"
Dia mengangguk lagi dan menunduk agak lama kemudian mengusapkan mukanya dengan kedua tangannya.
Aku lalu kembali mengambil tangannya dan berjalan bersama, Sari memegang Senter kecil di tangan kirinya.
Kami pun mulai menyusuri jalan setapak yang becek tersebut menuju arah ke pos checkpoint pertama.

Untuk menuju pos pertama tidak lah sulit, medan nya tidak berat, kami melewati kebun singkong yang lebat milik orang, kita hanya berjalan di tanggul yang sudah ada.
Yang bikin sulit hanya medan yang becek, karena dengan sinar seadanya, kita hanya bisa mengira-ngira tempat pijakan kaki kami, sehingga sering kali kami terpeleset karena menginjak pijakan yang salah.
Kemudian tidak lama dari situ kita menemukan pos pertama, ditandai dengan nyala obor di pos tersebut.
"Gak, sulit kan sar" kataku tersenyum
" iya yang ini ga sulit" jawab Sari, mukanya tampak lega seperti terlihat lepas dari stress
Di pos pertama kami diuji secara lisan jurus-jurus yang ada dalam karate.
"Gampang banget, malahan sulit pelajaran sejarah ini sih " pikirku
Setelah kami dinyatakan lulus dari pos pertama, kami diperbolehkan menuju pos checkpoint ke dua, kami diberi tanda pita merah tanda lulus pos satu.
"pos ke dua ni sar, tempatnya Dika"
"iyah, Rin" jawab Sari singkat, dia tidak mengira semudah ini melakukan ujian nyali ini.
Kami pun mulai kembali menelusuri jalan setapak sesuai dengan arahan peta simpel yang diberikan di awal.
Sialnya, perjalanan ke dua ini, ada sedikit tantangan di awal, hujan gerimis mulai turun
"yah, hujan sar" kataku menengadahkan telapak tangan ke depan
"kita balik lagi aja yuk, ke pos satu, neduh dulu"
"kayaknya ga usah Rin, gerimis ini, kita tembus aja"
Jawaban Sari yang sekarang begitu pede, membuatku senang, karena dia bukan Sari yang penakut di siang tadi.
"ya udah kita lanjut" seruku
Seiring waktu, perjalanan kami makin menemui kesulitan. Medan perjalananya jauh beda dengan pos satu.
Ini tidak semudah pos satu,
Lampu senter yang dipegang Sari, meredup, kita tidak bisa melihat jelas jalan setapak yang kita lalui, seakan-akan jalan setapak nya menghilang.
Kita tidak melalui kebun singkong lagi, ini seperti jalan menuju jalan setapak yang penuh dengan pohon bambu, kelihatanya kita menuju sungai dangkal.
Suasana disini ternyata jauh lebih seram daripada suasana tadi siang, sepi, gelap, ilalang menutupi pandangan kita dari kiri dan kanan. Di peta, kami seharusnya tidak menuju sungai, sebelum sungai kita sudah berbelok, tinggal mencari tanda di pohon untuk belok.
Setiap jalan beberapa meter biasanya telah diberi tanda oleh panitia, jadi kita sebenarnya tinggal menelusuri aja pohon-pihon bertanda, makanya aku sungguh yakin bahawa ujian mental ini hanya formalitas, aku bahkan yakin kalau siang hari dengan sinar terang kita pasti geli sendiri, melihat rute yang kita lalui dalam ujian ini, pasti mudah sekali.
Tapi ini tidak ada sinar, sinar hanya berasal dari senter yang mulai meredup, keadaan gelap karena langit tidak terlihat, tertutup daun-daun bambu.
Kurasakan tangan Sari mulai kembali bergetar dan berkeringat, basah telapak tangannya bukan berasal dari tetesan kumpulan air gerimis yang jatuh dari daun.
Aku mulai merasa khawatir dan takut, apalagi Sari, pikirku. Kami mencoba mencari tanda di pohon-pohon, tetapi kami tidak bisa menemukannya.
"Rin, mana tandanya..? " Sari bertanya setelah kita berjalan-jalan disitu selama 10 menitan.
Aku diam saja sambil mataku jelalatan melihat kiri kanan, aku tak bisa melihat pohon yang aku cari, hanya ilalang liar dan gundukan akar pohon bambu yang besar-besar diantara kegelapan.
"Sabrina.. Mana tandanya!!? "
Suara Sari sudah terdengar panik
"jangan panik, Sar, cari terus" suaraku terdengar gusar mungkin Sari pun mulai merasakan ketakutan yang mulai menjalar, dalam diriku.
Aku genggam erat rosario ku, kupanjatkan doa-doa pujian pada Tuhan, agar aku bisa tampak kuat di mata Sari, aku tidak mau kalau kami berdua takut, malah tambah sulit keadaan kita nanti.
Aku harus menguasai keadaan.
"Sabrina... Mana? " tanya dia lagi setengah menjerit
"Diam!! " bentakku
"tenang, dan fokus cari"
"Ya Allah, kita tersesat Rina.. "
Sari mulai menangis.
Aku putar badan Sari menghadapku lalu kutatap wajahnya yang penuh dengan garis-garis ketakutan.
"Situasi kaya gini, lu harus tenang, kalau ga tenang kita bakal begini terus, akal kita harus dipakai sekarang "
Entahlah perkataanku tadi bisa masuk atau tidak ke nalar Sari, tapi aku lihat, dia seperti berusaha menenangkan dirinya.
Walau badannya bergetar tampaknya dia mulai diam dan tidak panik.
"Dengar Sar, " kataku padanya suara air, terdengar dekat sekali, padahal dari tadi kita disini tidak terdengar suaranya.
Mungkin gara-gara panik kita tidak fokus pada keadaan sekitar.
Sari mengangguk, iya ini suara air, berarti kita dekat dengan sungai, berarti kita sudah salah jalan kita telah melalui jalur yang tidak seharusnya dilewati.
"Kita harus balik, Sar, kita ambil jalan ke arah pos satu dulu, kita pasti kelewatan tandanya"
Sari masih diam saja, lalu kita kembali berjalan ke arah datang kita, kita terpaksa menembus kembali jalan yang tertutup ilalang, berkali-kali kita terpeleset di jalan ini karena beceknya, baju putih karate kita sudah didominasi warna coklat terkena tanah-tanah kotor dan lumpur.
Senter sama sekali tidak berguna sekarang, kami berjalan kembali ke arah kami sebelumnya, selama lebih dari lima menit, tapi kami masih belum menemukan pohonnya.
Kami seakan-akan berputar tidak jelas di kegelapan malam ditengah-tengah hutan bambu.
"Mannna, ... Rin gak ada juga"
"Kita tersesat Rinnn..."
Suara Sari kembali bergetar hebat, ketakutan mulai kembali kepadanya, dan sejujurnya ketakutan juga mulai menggerogoti diriku.
Tidak, aku bukan Sari yang penakut aku harus tenang dan menemukan pohonnya, itu satu-satunya jalan keluarnya.
"Fokus cari tanda pohonnya Sar"
Senter redup Sari menerangi sebagian pohon bambu disekitar kita, Sari terengah-engah sambil menyenteri pohon-pohon yang ada.
"Arghhhhhhhhhh...."
Tiba-tiba Sari berteriak histeris, ia menutup matanya
"Apaan Sar??!"
Sari diam, badannya setengah membungkuk, ia menutup matanya dengan sikut dalamnya dan dengan tangan satunya lagi yang memegang senter, ia menunjukan lurus ke depan ke sebuah pohon besar diantara pohon-pohon bambu disekitarnya.
Aku melihat pohon yang ditunjuk Sari, ga ada apa-apa disana.
"Sari, ga ada apa-apa disana"
Sari perlahan-lahan melihat kembali pohonnya,
"Arghhhhhhhhhh, elu gak liat itu, Rin, ada.. addda.. laki-laki yang gantungan diiiii..sana, bunnnuh diri.."
Sari terbata-bata wajahnya penuh ketakutan, kotor dan basah, matanya yang basah dengan air mata dan sorotan ketakutan terlihat jelas sekali.
Aku menelan ludah, bulu kudukku berdiri, aku kembali melihat pohon tersebut,
Tapi tidak ada apa-apa disana, aku tidak bisa lihat apa yang Sari lihat.
Bukan waktunya mendebat Sari sekarang
Aku langsung menarik tangan Sari dan berlari dari sana, kaki-kaki kami tersandung dengan akar-akar pohon yang tidak terlihat oleh mata, lengan dan muka sudah terbiasa dengan gesekan ilalang.
Aku menarik Sari terus, sampai suatu saat Kakinya tersandung sesuatu yang besar, sehingga dia jatuh, tangannya terlepas dari genggamanku, dia merosot ke bawah tampaknya kita ada di sebuah jurang kecil atau tempat yang lebih tinggi.
Sari tergelincir ke bawah..
"Sabrinaaaaa..... Tolonggg"
Teriak Sari, badannya tergelincir ke bawah terus, aku tidak bisa menggapainya. Dia jatuh ke tempat posisi yang berada jauh dibawahku. Senternya terjatuh, aku ambil senternya, dan sambil terduduk di lantai jalan aku lihat ke tempat jatuhnya Sari dan aku lihat sekelilingku.
Tidak berapa lama kemudian,
"Argggghhhhhh..."
Sari kembali berteriak histeris dibawah sana.
"Ada apa lagi" kataku dalam hati, sambil aku berjalan pelan sambil melihat sekeliling mencari cara untuk kebawah menyusul Sari.
Aku menemukannya, ada sebuah jalan kecil yang bisa aku lalui untuk menuju kebawah, baru saja aku berjalan menuju kesana, aku secara tidak sengaja melihat sebuah tanda di sebuah pohon kecil, sebuah tali berwarna merah terikat mengelilingi batang pohon dengan tanda cat putih bergambar tanda panah menunjukkan suatu arah.
Itu dia tandanya, pikirku.
Sumpah, tadi ga ada koq tandanya pas kita lewat sini, aku yakin banget. Pikirku dalam hati
"Sar, gua udah nemu tandanya" teriakku. Entah, Sari mendengarku atau tidak.
Aku baru saja memutar badan mau menelusuri jalan kecil yang kutemukan untuk menuju ke tempat Sari di bawah,
Aku terhenyak kaget melihat Sari ternyata sudah ada didepanku.
"Astaga, Sar "
" Lu udah bisa keluar sendiri dari sana?"
Tanyaku, tapi Sari diam saja, wajahnya kosong menatap lurus ke depan.
"Itu tandanya Sar, kita harus menuju ke arah sana, ternyata" kataku sambil menunjuk arah sesuai tanda panah.
Sari tetap berdiri terdiam, walau tidak terlihat jelas karena gelapnya sekitar kita, aku yakin wajah Sari yang tertutup oleh rambutnya yang panjang, acak-acakan, lebih putih dari biasanya, dia tetap menatap kosong ke depannya.
Aku tidak ambil pusing.
Aku ambil kembali tangannya dan langsung menariknya kembali setengah berlari menuju arah yang benar.
Aku menariknya berlari tanpa melihat ke belakang, kurasakan dinginnya tangan Sari, lebih dingin dari biasanya.
Tidak lama kami berlari, kami melihat sebuah cahaya obor dari kejauhan, kami berhenti lari sesaat.
"Itu dia pos dua, Sar"
Kataku sambil berbalik badan untuk melihat Sari.
Sari tidak ada di belakangku !,
aku menelan ludah dan bergidik,
Siapa yang aku tarik tangannya tadi??
Sari dimana??
"Sariiiiii !!!! "

continue to next Chapter
Taken from my own personal Novel, already published on Mangatoon & Wattpad

https://mangatoon.mobi/contribute/detail?id=39869
https://www.wattpad.com/story/193868184-tersesat-di-kampung-iblis

Allright Reserved
Tersesat di kampung Iblis - Chapter 5 - Lost 1 Tersesat di kampung Iblis - Chapter 5 - Lost 1 Reviewed by anatama2104 on 3:53 PM Rating: 5

No comments:

300 kedua
Powered by Blogger.