Tersesat di kampung Iblis - Chapter 7 - Harga Sebuah Persahabatan


Sabrina Herlambang

Aku tidak peduli mahkluk apa yang telah kuseret-kuseret berlarian bersamaku. yang ku utamakan saat ini adalah mendapatkan pertolongan untuk mencari Sari.

Aku langsung berlari ke arah obor yang menyala kecil dari kejauhan, obor itu menandakan sebuah tempat terbuka yang kecil yang menjadi pos 2 checkpoint.

"Dik, dika... "

aku berlari sambil memanggil nama Dika, sesampainya di pos tersebut ternyata Dika tidak ada, bahkan ada sebuah tim yang terdiri dari dua gadis remaja seumuran kami dan tampaknya juga mereka sedang menunggu Dika.

"Mbak, lihat yang jaga pos ini? " kataku menegur mereka yang tampaknya sedang istirahat di pos tersebut.

Mereka menggeleng, dan kemudian menjawab.

"udah hampir 30 menitan kita nunggu, tapi yang jaga pos nya ga ada"

"hanya ada tulisan ini, kita disuruh menunggu"

kata salah satu dari mereka sambil menunjukkan sebuah kertas bertuliskan tulisan dengan spidol.

"Pergi dulu sebentar, harap tunggu disini! "

Setelah membaca tulisan itu, aku hanya terdiam, hatiku masih kacau kehilangan Sari, aku butuh Dika untuk membantu mencari Sari.

Kecemasan yang tergambar jelas di wajahku bisa dibaca oleh mereka berdua.

"Mbak, kenapa? ada apa mbak"

" itu, pasangan saya hilang di tengah jalan " jawabku spontan.

Mereka kaget, mendengar jawabanku, lalu kemudian aku ceritakan kejadian-kejadian yang aku alami pada mereka, mereka tampak ikut takut dan ngeri mendengar ceritaku, lalu aku bertanya apakah mereka mengalami hal yang sama sepertiku.

Mereka menggelengkan kepala bersamaan dan tampaknya mereka bersyukur tidak mengalami hal yang aku dan Sari alami.

Mereka melakukan perjalananan ujian mental ini dengan mudah dan tidak mengalami hal yang luar biasa untuk menemukan pos 2 ini.

Apakah hanya aku dan Sari sajakah yang mengalami kejadian ini? Entahlah pikiranku kalut untuk mencari solusi kehilangan Sari.

Mereka kemudian mengajukan diri untuk mencari Sari, tapi aku menolaknya, kita bertiga perempuan, mencari orang hilang di hutan gelap yang tidak kita kenal ini. Tentu tidak, aku tidak butuh kepanikan tambahan dari orang lain, aku harus menemukan bantuan lain untuk menemukan Sari, kemudian merekapun menyarankan aku untuk kembali ke pos 1 atau kembali ke awal.

Aku rasa, aku memang harus kembali ke pos 1 atau kembali ke lapangan dimana akan banyak orang untuk dimintai tolong.

Tapi, baru saja aku akan melangkah pergi, tampak dari kejauhan Dika sedang berlari-lari menuju kemari. Setelah Dika dekat, terlihatlah baju dan celana karatenya kotor karena lumpur.

Setelah mengatur nafasnya ia pun mulai berbicara.

"Maaf, lama, tadi ada keperluan dulu sebentar" kata Dika kepada pasangan tim yang ada di sebelahku.

Kemudian dia menatapku, ada tanda heran setelah melihatku

"Eh, bukannya elu sama Sari? mana Sari"
tanyanya.

Aku langsung menyambar pertanyaan Dika dan memberitahukannya bahwa Sari menghilang di perjalanan.

Dika tampak kaget tapi dia tetap tenang,

"gua rasa dia hanya tersesat aja, Rin tenang dulu yah"

Dika berusaha menenangkan aku yang memang tampak kalut.

lalu dia menatap tim lainnya yang berada di sampingku

"kalian langsung ke pos 3 aja ya, ini, bawa pitanya, bukti bahwa kalian sudah lewat pos ini" kata Dika sambil menyerahkan pita warna kuning kepada salah seorang dari mereka.

"biar saya dan dia yang mencari temannya"

Ke dua gadis remaja itu menganggukkan kepala, dan mulai berjalan.

"Oh ya, ga usah dibilangin ada orang yang hilang ya, nanti bisa jadi berabe dan panik orang-orang, kita berdua pasti nemuin temennya dia koq, tenang aja ya" kata Dika menyetop langkah kaki mereka.

Dika tampaknya tetap berusaha menenangkan keadaan yang menjalar tegang kepada kedua gadis remaja tersebut.

Mereka berdua pun akhirnya pergi meninggalkan kami berdua di pos.

"Ayo, Dik, kita harus buruan cari Sari" pintaku tanpa basa basi.

"ayo " kata Dika sambil berjalan mendahuluiku

"Dimana terakhir elu liat dia, Rin? " tanya Dika sambil berjalan didepanku

"Seingatku, dia terjatuh dan tergelincir ke bawah, dekat tanda di pohon, Dik, sebelum belok"

"Hmm.. aku tahu itu, itu dekat lembah yang lumayan tinggi, kalau salah jatuh bisa patah leher juga itu"

"Sari ga jatuh sambil berdiri Dik, dia tersandung kemudian jatuh dulu baru menyerosot kebawah, jadi dia tergelincir sambil tengkurap, aku yakin dia gak apa-apa."

"Hmm, baiklah, semoga dia baik-baik saja"
kata Dika sambil manggut-manggut.

"apa ada lagi yang ingin kau ceritakan, Rin? " tanya Dika lagi menyelidik.

Aku kemudian menceritakan, kejadian awal tersesat yang kemudian berubah menjadi kepanikan dan kemudian aku ceritakan juga Sari melihat laki-laki gantung diri.

"ah itu cerita bohong, Rin" tukas Dika, menyela ceritaku

"Sengaja dibuat-buat, biar kalian yang ujian pada takut"

"Nah, aku pikir juga begitu" jawabku sambil mengacungkan dan menggoyang jari telunjuk ke depan mukaku.

"Aku pikir Sari hanya berimajinasi saja karena sudah tersugesti cerita itu sebelumnya" tambahku lagi untuk memberi alasan aku menyetujui peryataan Dika.

Atau, mungkinkah ini merupakan justifikasi ku saja, karena aku tidak bisa melihat apa yang Sari lihat, pikir ku dalam hati, aku melihat benar, ketakutan di wajahnya yang begitu nyata, seakan akan dia seperti melihat jelas apa yang dia katakan.

"Bila memang Sari berimajinasi, itu adalah sesuatu imajinasi yang sangat kuat sekali, Dik, kalau dilihat dari ekspresi spontan Sari"
tambahku lagi kepada Dika.

Entahlah aku pusing memikirkan Sari, semoga dia tidak apa-apa disana.

Kini kesepian hutan bambu, kembali terusik dengan langkah kaki kami yang membelah kembali jalanan untuk menyelusuri jejak dimana aku dan Sari berjalan.

Tetap, hawa dari jalan ini menyeramkan, walau aku kini berjalan dengan Dika, Dika kini menggandeng tanganku sambil berjalan di muka.

Dia tampak serius mencari jejak kami sebelumnya, Kami tidak berteriak memanggil-manggil nama Sari karena takut.

Kami hanya mencari sambil diam dan menyibak ilalang yang menghalangi jalan kami, sesekali saja aku dengan lirih memanggil nama Sari.

Rasa khawatir sudah berada di puncak pikiranku, aku tidak bisa membayangkan bagaimana Sari, harus tersesat sendiri di hutan dan kegelapan ini.

Aku yakin sekali dia akan shock berat mengalami pengalaman seperti ini, aku harap dia tidak apa-apa, tidak terluka sedikitpun ya Tuhan.

Aku menutup mata dan mengucap doa singkat dalam hati untuk keselamatan Sari.

"Ya Tuhan, lindungilah dimanapun dia Berada"

Tak terasa, langkah kami sudah sampai pada titik dimana Sari terjatuh.

"Di sekitar sini Dik," bisikku.

Dika, mengangguk, dia melepaskan gandengan tangannya dan mulai mengarahkan senter ke bawah mencari-cari jalan ke arah bawah.

Aku pun melakukan hal yang sama, kami berpisah arah dalam mencari jalan ke bawah, aku menggunakan senter Sari, yang dari tadi aku pegang.

Aku melihat jalan sekitar, dimana Sari tersandung dan tergelincirnya dia.

Tampak, jejak tergelincirnya terlihat jelas, ilalang dan tanah tergerus dibelah badan Sari yang merosot ke bawah sana.

"Sar... sari" teriak ku pelan.

"Kita disini Sar, elu dimana" teriakku lagi dengan tangan kanan yang kubentuk seperti corong agar suraraku tidak kemana-mana.

Degup jatungku berdegup keras, aku tidak bisa melihat tanda-tanda Sari, dia tidak menjawab dibawah sana, aku cemas Sari terluka atau pingsan di bawah sana.

Tak terasa, air mataku berlinang mengingat sahabatku dibawah sana, dan entah bagaimana keadaanya.

Sambil, terus memandang kebawah, mataku menelusuri jalan lari kami berdua sebelumnya, tidak ada batu ataupun akar yang bisa membuat Sari tersandung dan terjatuh.

Apa yang membuatnya tersandung, pikiranku kalut, aku kembali mendatangi dan memandang dengan pandangan buram karena tertutup air mata, jejak tempat Sari tergelincir.

Sesaat aku terdiam saja menatap ke bawah, mencoba berpikir apa yang terjadi, tapi tiba-tiba saja pandanganku bercahaya putih bersih, mengkilap seperti petir, terbersit dengan cepat, sinar terang tersebut terkejap di mataku, yang kemudian tak berapa lama kemudian, kurasakan amat terasa sakit di kepala bagian kananku.

Aku masih setengah tersadar disaat tubuhku, mulai limbung dan jatuh berlutut, yang kemudian terjerembab dan mulai tersungkur dengan cepat di tempat yang sama, kearah dimana Sari tergelincir ke bawah.

"Dik, tolongggg.. " lirihku tak berdaya, aku tak kuasa menahan badanku yang kini mulai terjungkir balik menuruni lembah, kepalaku sakit sekali, batu-batu, akar-akaran, lumpur kuterjang semua dengan muka dan badanku.

Aku tak berdaya untuk berhenti.

Kejadiannya begitu cepat, semua kurasakan hanya sesaat saja, sampai akhirnya pandangan ku gelap gulita dan aku tidak tahu lagi apa yang terjadi padaku.


continue to next chapter

Taken from my own personal Novel, already published on Mangatoon & Wattpad

Allright Reserved
Tersesat di kampung Iblis - Chapter 7 - Harga Sebuah Persahabatan Tersesat di kampung Iblis - Chapter 7 - Harga Sebuah Persahabatan Reviewed by anatama2104 on 3:59 PM Rating: 5

No comments:

300 kedua
Powered by Blogger.